KOMPAS.com - Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan masalah beban gizi ganda kini tengah dialami negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Negara-negara ini bukan hanya masih kesulitan mengatasi problem kurang gizi, tetapi juga dihadapkan pada masalah meningkatnya jumlah anak-anak yang mengalami kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas.
Dalam pernyataan resminya, Rabu (5/6/2013), WHO menyatakan banyak negara berkembang mengabaikan masalah obesitas anak di tengah upaya memperbaiki status gizi. Hal itu tampak dari minimnya kebijakan untuk mengatasi persoalan beban penyakit akibat meningkatnya kasus obesitas.
Menurut data WHO, lebih dari 75 persen anak yang kelebihan berat badan tinggal di negara-negara berkembang. Bahkan prevalensinya di Afrika meningkat hampir dua kali lipat selama 20 tahun terakhir. Padahal, anak bertubuh gemuk cenderung tetap mengalami obesitas saat beranjak dewasa, sehingga memicu risiko diabetes dan penyakit-penyakit lainnya.
Direktur Departemen Nutrisi untuk Kesehatan dan Perkembangan WHO, dr. Francesco Branca menyatakan pihaknya menemukan kecenderungan meningkatnya jumlah anak yang mengalami kegemukan di negara yang masih bermasalah dengan gizi kurang.
"Penting artinya untuk tetap menjaga usaha untuk mengurangi angka gizi kurang, namun penting juga untuk meningkatkan perhatian dalam mencegah terjadinya lonjakan jumlah orang yang kelebihan berat badan atau obesitas di negara-negara berkembang," ujar Branca.
Masalah beban gizi ganda merupakan bentuk dari malnutrisi dengan penyebab serta konsekuensi yang dikaitkan dengan sistem makanan yang tak seimbang. Sistem makanan yang tak seimbang ditandai dengan makanan yang tidak terdistribusi dengan baik. Hal ini mengakibatkan ada anak yang kelebihan dan ada yang kekurangan gizi.
Anak yang kekurangan gizi di awal kehidupannya akan mengalami pendek (stunting) dan cenderung untuk kelebihan gizi di saat remaja dan dewasa. Hal ini meningkatkan risiko mereka mengembangkan penyakit kronis di saat dewasa.
"Untuk menghindari terjadinya permasalahan nutrisi di generasi mendatang, para pembuat kebijakan harus segera memberikan perhatian dalam memperbaiki status nutrisi dari wanita hamil dan remaja putri akan akan menjadi ibu di kemudian hari," imbuh Branca.
Banyak kebijakan yang ditujukan hanya pada salah satu masalah gizi ganda, yaitu kekurangan gizi. Sementara perhatian terhadap masalah kelebihan gizi yang berhubungan dengan penyakit seperti diabetes, penyakit jantung, dan stroke sangat jauh tertinggal, terutama di Afrika dan di Asia Tenggara.
Kendati pemerintah telah membuat kebijakan yang berkaitan dengan obesitas di tingkat nasional, kebijakan tersebut tidak diimplementasikan ke tingkat provinsi dan daerah. Dari negara yang disurvei, hanya sepertiga yang memberlakukan aturan perbelanjaan makanan pada anak dan hanya sedikit yang membuat kebijakan untuk mengurangi konsumsi garam dan lemak trans dalam makanan.
Aksi Nutrisi Esensial
Dalam membantu negara-negara yang masih minim kebijakan, WHO mengeluarkan paket konsolidasi 24 Aksi Nutrisi Esensial yang menguraikan cara-cara efektif dalam memperbaiki status gizi, baik memperbaiki kekurangan gizi serta mencegah kelebihan gizi.
Lantaran banyak faktor selama kehamilan dan awal kehidupan bayi yang mempengaruhi berat badan bayi ketika bertumbuh dan dewasa, maka intervensi yang dilakukan meliputi: perbaikan nutrisi ibu hamil dan menyusui, meningkatkan inisiasi menyusui dini dan ASI eksklusif 6 bulan, dan melanjutkannya hingga 2 tahun, meningkatkan makanan padat yang tepat untuk balita, serta menyediakan suplemen mikronutrien dan makanan yang difortifikasi, bila perlu.